Artikel
Trump Akan Bertemu Xi Jinping, Pertemuan Kedua Belah Pihak Terakhir Terjadi 2019
Berita Utama | 29-Okt-2025 11:07:25 - by admincontent2
Pasar Global
  • Presiden AS Donald Trump akan melakukan perjalanan ke Asia, dimulai dari Malaysia, Jepang, dan Korea Selatan. Selain itu, ia dijadwalkan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping pada 30 Oktober 2025 di Busan, Korea Selatan, di sela-sela forum APEC Summit 2025. Menurut perwakilan dari pihak Amerika Serikat, pembicaraan dengan China semakin konstruktif, sehingga kesepakatan antara kedua negara dinilai sangat mungkin tercapai pada pertemuan tersebut.
  • Presiden AS juga memutuskan untuk menaikkan tarif sebesar 10% terhadap produk asal Kanada yang masuk ke Amerika Serikat. Namun, tarif tambahan ini berpotensi dihapus apabila iklan yang dianggap menyinggung kebijakan tarif AS ditarik dari peredaran publik.
  • Data inflasi AS bulan September 2025 menunjukkan pertumbuhan di bawah ekspektasi pasar secara bulanan meningkat 0,3%, sedangkan secara tahunan tumbuh 3%, lebih rendah dari perkiraan pasar sebesar 0,4% (mom) dan 3,1% (yoy).
  • The Federal Reserve (The Fed) akan membahas kebijakan moneternya pekan ini. Pasar memperkirakan bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps.
  • Selain pertemuan The Fed, pekan ini juga akan dirilis data awal pertumbuhan ekonomi kuartal III 2025, yang diprediksi tumbuh 3% (annualized), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kuartal II yang tercatat sebesar 3,8% (annualized).
  • Perekonomian China pada kuartal III 2025 mengalami pelemahan, hanya tumbuh 4,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kuartal II sebesar 5,2% (yoy). Pasar memperkirakan bahwa belum akan ada stimulus berskala besar, namun target pertumbuhan 5% pada 2025 masih dinilai dapat tercapai.
  • Penjualan ritel China pada September 2025 tercatat tumbuh 3% (yoy), meski masih menunjukkan tren positif, namun melemah dibandingkan pertumbuhan 3,4% (yoy) pada Agustus.
Pasar Dalam Negeri
  • Bank Indonesia di luar ekspektasi pasar memutuskan untuk menahan suku bunga acuan. Keputusan ini menunjukkan bahwa Bank Indonesia saat ini lebih memprioritaskan stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS agar tidak melemah lebih jauh. Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan sebesar 150 bps sejak September 2024, namun transmisi kebijakan terhadap penurunan suku bunga pinjaman masih sangat lambat hanya turun sekitar 15 bps sepanjang 2025. Oleh karena itu, BI memilih untuk melakukan evaluasi terhadap efektivitas kebijakan moneter longgar yang telah diterapkan, sebelum mempertimbangkan penurunan suku bunga lebih lanjut.
  • Suplai uang (M2) menunjukkan perbaikan pertumbuhan pada September 2025, tercatat tumbuh 8% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan 7,6% (yoy) pada Agustus 2025. Percepatan pertumbuhan M2 ini mengindikasikan adanya peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat, seiring dengan membaiknya likuiditas dan dorongan terhadap penyaluran dana di sistem keuangan.
  • Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat sebesar 4,50% sepanjang pekan lalu dan ditutup pada level 8.271. Penguatan ini diperkirakan akan berlanjut pada pekan ini, didorong oleh sentimen positif global, khususnya menjelang pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping yang berpotensi menghasilkan kesepakatan antara kedua negara.
  • Dari sisi aliran modal, investor asing mencatatkan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp6,13 triliun sepanjang pekan lalu. Namun, secara year-to-date, arus modal asing masih mencatatkan net outflow sebesar Rp48,48 triliun. Secara sektoral, penguatan terbesar terjadi pada sektor properti dan real estate (+15,82%), diikuti oleh sektor transportasi dan logistik (+8,45%) serta industri (+7,41%).
  • Pada perdagangan tanggal 24 Oktober 2025, yield obligasi pemerintah tenor 5 tahun mengalami kenaikan menjadi 5,40%, sementara tenor 10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun tercatat stagnan masing-masing di level 5,98%, 6,32%, dan 6,45%.
  • Di pasar global, yield obligasi pemerintah Indonesia berdenominasi dolar AS tenor 10 tahun (INDON 35) berada di level 4,78%, turun dari 4,89% pada 17 Oktober. Sementara itu, yield US Treasury tenor 10 tahun relatif stabil di sekitar 4,00%, tidak berubah dibandingkan periode sebelumnya. Credit Default Swap (CDS) Indonesia tenor 5 tahun, yang mencerminkan persepsi risiko negara, menurun menjadi 80,09 bps. Dari sisi nilai tukar, rupiah bergerak relatif flat (-0,06%) sepanjang pekan lalu, dengan kurs USD/IDR ditutup di level 16.595 pada 24 Oktober 2025.
  • Per 23 Oktober 2025, kepemilikan investor asing pada Surat Utang Negara (SUN) tercatat sebesar Rp885,22 triliun atau 13,74% dari total outstanding, menurun dibandingkan Rp889,65 triliun atau 13,87% pada 17 Oktober 2025.
Market View
Hari Jumat lalu, data inflasi Amerika Serikat (AS) tercatat sedikit lebih rendah dari ekspektasi investor global. Kondisi ini semakin memperkuat keyakinan bahwa bank sentral AS (The Fed) akan memangkas suku bunga acuan (Fed Rate) pada bulan Oktober dan Desember tahun ini. Pasar global juga memprediksi bahwa The Fed masih akan menurunkan Fed Rate sebanyak dua hingga tiga kali lagi hingga pertengahan tahun 2026. Perkembangan ini diperkirakan akan menjadi katalis positif bagi kinerja reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana campuran.

Sejak Jumat, 17 Oktober, investor asing telah memborong saham-saham blue chip senilai Rp7,2 triliun seiring dengan diluncurkannya stimulus pemerintah berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) Kesra. Program BLT Kesra ini dirancang pemerintah sebagai bagian dari paket kebijakan ekonomi nasional untuk menjaga daya beli masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan memastikan bantuan sosial tepat sasaran. Dengan adanya bantuan sosial tersebut, kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV akan semakin positif. Oleh karena itu, reksa dana saham masih layak untuk diakumulasi secara reguler oleh investor dengan profil risiko tinggi yang mampu menghadapi volatilitas di pasar saham.