Artikel
Letter from CEO : Resesi dan Reksa Dana : Sub atau Redeem?
Berita Utama | 19-Okt-2020 10:09:18 - by boadmincontent

Nasabah yang Terhormat,

 

Belakangan ini istilah resesi makin sering didengungkan dan menjadi bagian dari dinamika dalam pengambilan keputusan investasi. Bagaimana tidak, resesi adalah kondisi di mana ekonomi mengalami penurunan setidaknya dalam 2 kuartal berturut-turut. Dalam konteks investasi instrumen pasar modal, misalnya, resesi berarti emiten atau perusahaan secara umum mengalami penurunan laba atau bahkan merugi karena turunnya daya beli. Pemburukan kondisi keuangan perusahaan tentunya akan membuat harga sahamnya maupun harga obligasinya rentan terhadap koreksi karena aksi jual investor dan dalam kondisi tertentu penurunan peringkat utang.

 

Ya, resesi memang membuat pelaku pasar menyesuaikan posisi portfolionya sehubungan dengan sinyal akan berubahnya dinamika ekonomi. Sesuatu yang dapat dipahami dan dimengerti.


Baiklah kita pilah pernyataan di atas.

 

Pertama, kenapa terjadi resesi?

 

Dalam konteks siklus bisnis, resesi adalah hal yang wajar, karena ekonomi dari waktu ke waktu akan bergerak terlalu cepat dan mencapai kapasitas optimalnya. Secara mikro, perusahaan dapat tumbuh dengan cepat dan menjadi besar sehingga pertumbuhan pendapatannya melambat seiring dengan terbatasnya permintaan, munculnya kompetisi dan lain-lain. Lalu perusahaan berinovasi dan kembali menemukan cara untuk dapat tumbuh kembali. Secara akumulatif bisa saja ini terjadi di perekonomian suatu negara. Kadang-kadang disebut overheat. Pemerintah dapat turun tangan dengan berbagai kebijakan untuk mendinginkan kembali ekonomi sehingga dapat mengalami pertumbuhan yang ideal.

 

Saat ini, yang memicu potensi resesi di Indonesia dan bahkan di seluruh dunia adalah pandemi Covid 19. Faktor tunggal ini memang berbeda dari resesi yang disebabkan siklus bisnis normal. Solusi utama tentunya mencari vaksin Covid 19 dan semuanya bisa kembali normal. Di sini faktor psikologis menjadi penting. Buat sebagian pelaku pasar, faktor ketidakpastian ini cukup tinggi sehingga mereka memilih keluar dari instrumen saham maupun obligasi mengingat fluktuasi harganya sangat tinggi dan dapat terkoreksi sangat cepat. Buat sebagian pelaku lainnya, ini bisa dijadikan momentum untuk mengakumulasi atau melakukan dollar cost averaging portofolio investasi mereka.

 

Selain aktivitas pencarian vaksin, pemerintah di seluruh dunia mencoba menghentikan atau memperlambat pandemi ini melalui berbagai upaya dan kebijakan. Di Indonesia, selain upaya di sektor kesehatan, berbagai stimulus mulai diluncurkan sebagai solusi transisi. Kebijakan fiskal dan moneter terus dilakukan. Berbagai kebijakan ini dilakukan agar dampak ekonomi terutama pada daya beli khususnya kelompok masyarakat terdampat tidak memburuk dan dapat melewati masa tunggu ini.

 

Dari sisi penangan pandemi, kebijakan PSBB akan terus dilakukan berbagai pemerintah daerah untuk mengurangi perluasan penularan. Pemprov DKI Jakarta sendiri kembali melakukan PSBB sejak tanggal 14 September dan diperpanjang sampai 11 Oktober 2020. Peningkatan kasus harian mulai melambat. PSBB sendiri di Indonesia bukan dalam bentuk total lockdown namun masih memberikan ruang kegiatan ekonomi tetap berjalan.


Sekarang kita bicara peluang investasi. Secara harga tentunya IHSG yang sudah turun 22% tahun ini menawarkan kesempatan untuk melakukan investasi di harga rendah. Kondisi pandemik tentunya tidak bisa diprediksi kapan selesai, namun dengan perkembangan teknologi, kemampuan manusia menemukan solusi tentunya semakin cepat dan baik. Berbagai badan dunia memperkirakan tahun depan ekonomi dunia mulai pulih dengan tingkat pertumbuhan sebesar 5.4% dari minus 4.9% di tahun ini.

 

Reksa dana menawarkan investor kesempatan untuk berinvestasi pada berbagai jenis instrumen pasar modal apakah itu saham, obligasi dan instrumen lainnya dalam bentuk portofolio. Keunggulan portofolio tentunya diversifikasi, atau kemampuan untuk beradaptasi terhadap goncangan harga setiap instrumen. Berbagai jenis reksa dana menawarkan berbagai pilihan portofolio terdiversifikasi dengan sesuai tingkat risiko yang dibutuhkan nasabah.

 

Sebagai bagian dari perencanaan keuangan jangka panjang, reksa dana saham dalam kondisi resesi bisa menjadi pilihan untuk melakukan dollar cost averaginguntuk hasil yang optimal. Salah satu kutipan menarik dari Harvard Business Review edisi Februari 2009, menyatakan “Inaction is the riskiest response to the uncertainties of an economic crisis.” Untuk kebutuhan yang lebih pendek, reksadana pasar uang dan pendapatan tetap bisa menjadi pilihan berinvestasi karena aspek likuiditas dan pendapatan regular yang didapatkan dari kupon.

 

Kalau ditanya subs atau redeem?

 

Tergantung apa tujuan keuangan Anda. Subs atau redeem tentunya tergantung apa tujuan keuangan Anda. Redemption atau penjualan kembali adalah mekanisme untuk menyeimbangkan komposisi investasi Anda karena tujuan investasi berubah atau profil risiko berubah. Atau bisa juga karena ada kebutuhan dana jangka pendek. Idealnya penjualan kembali bukan karena kepanikan atau ketidaksabaran karena hal tersebut dapat membuat tujuan investasi di reksa dana tidak tercapai. Fluktuasi jangka pendek memang tidak terhindarkan di dunia investasi. Sebagai pengingat, investasi sendiri bisa sangat rewarding ketika kita cukup disiplin dan sabar.

 

 

Salam,

Marsangap P. Tamba

Chief Executive Officer

PT Danareksa Investment Management